Sebuah pameran tunggal bertajuk “Daya Bara” siap digelar oleh Aris Prabawa. Diadakan mulai 16 – 30 September 2022 di Pendopo Ajiyasa, Jogja National Museum.
Pameran ini menandai pameran tunggal Aris yang ke-9, tahun 2019 ia juga menghadirkan pameran “Hadap Hidup” di tempat yang sama.
Aris adalah seniman asal Surakarta yang tumbuh besar di Yogyakarta dan kemudian memilih tinggal di Australia.
Ia menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan ikut mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat Taring Padi (TP) pada 21 Desember 1998.
Taring Padi merupakan kolektif seni progresif yang menduduki posisi cukup penting dalam sejarah seni rupa di Indonesia.
Mereka bersumpah menggunakan seni sebagai media untuk membela rakyat kecil dan penindasan pemerintah otoriter.
“Daya Bara” bisa diartikan sebagai “kekuatan atau semangat yang membara” menampilkan 52 karya seni, terdiri dari drawing dan patung. Semuanya adalah karya baru yang dibuat Aris selama kurun 2021 dan 2022.
“Pameran ini untuk memberi semangat baru bagi saya dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam, seperti banjir akibat dari perubahan iklim,”
kata Aris.
Melalui berbagai data yang ada dan hasil berita yang tersebar
“Di Indonesia, perubahan iklim juga menyebabkan berbagai bencana alam.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang tahun 2021 ada 3029 bencana alam.
Jumlah ini meningkat dari tahun 2020 yang mencapai 2.925 kejadian.”
kata jurnalis cum aktivis Bambang Muryanto dalam esai pameran.
Perjuangan hidup yang sulit tetap harus Aris hadapi untuk tujuan yang lebih baik. Selain aktif dalam menggagas isu lingkungan, beberapa karyanya yang realis dan kental dengan kritik sosial kerap menjadi pengaruh yang besar terhadap masyarakat luas.
Sebagai bagian dari keluarga Taring Padi (TP), Aris ingin protes karena karya seni kolektif mereka yang berukuran besar harus diturunkan dari pameran seni “Documenta Fifteen” di Kassel, Jerman beberapa waktu lalu.
Karya bertajuk “People Justice” secara sepihak dianggap sebagai mendukung ideologi antisemitisme.
Alasan pribadi Aris Prabawa membicarakan soal perubahan iklim juga karena tempat tinggalnya di Lismore, New South Wales, Australia belum lama dilanda banjir besar pada 28 Februari 2022.
Media setempat mengabarkan bencana itu menyebabkan setidaknya empat orang meninggal dunia dan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, kemudian ratusan karya seninya juga ikut hilang tersapu oleh banjir.
Berangkat dari kesaksian dan pengalamannya, Aris menciptakan karya-karya seni yang berbicara soal perubahan iklim, bencana, dan berbagai dampak lainnya seperti kegagalan panen, munculnya penyakit baru, dan punahnya spesies binatang tertentu yang mengganggu ekosistem.
Karya Aris Prabawa konsisten membahas soal kritik sosial, politik, dan isu lingkungan, mengungkapkan gambaran entitas tentang keberadaan manusia sebagai populasi paling penting dalam unsur menjaga dan merawat ekosistem alam yang sudah ada.
Bencana alam yang serius sering terjadi di berbagai belahan dunia dan dampak dari kerusakan lingkungan yang dibuat oleh manusia untuk dieksploitasi dilihatnya sebagai alasan personal dan faktor pendorong manusia yang membentuk sistem sosial maupun berbagai lembaga, serta konflik yang masih mempengaruhi kita sampai hari ini.
Sebab
“seni adalah medium untuk membangkitkan kesadaran public tentang kondisi lingkungannya,”
tutup Aris.
“Proses mempersiapkan pameran “DAYA BARA” ini tidak membutuhkan waktu yang rumit, sebab saya dan Aris Prabawa atau biasa dipanggil Manyul ini sudah memiliki konsep dan pandangan yang sama dalam menggagas penjara,”
kata Heri Pemad, organizer untuk pameran ini.
Desain pameran dengan mengkonsepsikan penjara untuk mengungkapkan gambaran kompleks tentang suara-suara minoritas Aris Prabawa.
Ia tetap lantang menyuarakan gagasannya bahwa ekosistem sekarang ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Terlebih untuk para penguasa yang tidak ada habisnya mengeksploitasi kekayaan alam secara besar untuk kepentingan pribadi dan tidak memperhitungkan dampak yang akan terjadi pada masyarakat dan lingkungannya.
Pada tanggal 23 September 2022, akan digelar pertunjukkan musik seturut gagasan pameran, tentang kebebasan, respon atas kekuasaan, krisis lingkungan, dan sebagainya. ada pun aktivasi lain seperti screening dan diskusi siap digelar.