Selain bisnis Angkutan Penumpang dan Barang, PT Kereta Api Indonesia (Persero) juga terus mengoptimalkan pengusahaan asetnya melalui bisnis Komersialisasi aset (Non Angkutan).
Upaya tersebut KAI lakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui banyaknya aset potensial yang dimiliki KAI untuk diusahakan.
“Komersialisasi Non Angkutan terus kami optimalkan sebagai bentuk adaptasi KAI di tengah pandemi Covid-19.
Kami menyadari aset KAI yang tersebar di Jawa dan Sumatera dapat lebih bernilai guna sehingga penting untuk diberdayakan,”
ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus.
Joni menjelaskan, bentuk Komersialisasi Non Angkutan KAI berupa kerja sama pemanfaatan aset stasiun, sarana, ROW (right of way), Non ROW, maupun museum.
Untuk kerja sama pemanfaatan aset di stasiun, masyarakat dapat memanfaatkan berbagai titik stasiun seperti ruangan, bangunan, gedung, gudang, dan tanah untuk lokasi promosi, minimarket, gudang, cafe, ATM, dan sebagainya.
Adapun untuk kerja sama pemanfaatan aset berupa sarana, KAI menyediakan kereta makan, kereta wisata, entertainment on board, mesin perawatan jalan rel dan prasarana penunjang, serta Jasa Balai Yasa/Dipo.
Sementara untuk pemanfaatan ROW atau aset KAI yang berada di sepanjang jalur kereta api aktif, KAI bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan aset tersebut seperti untuk penanaman fiber optik, pipa air, pipa gas, dan pipa minyak.
Sedangkan untuk non ROW atau aset KAI yang berada di luar wilayah stasiun dan ROW, aset-aset KAI dapat dimanfaatkan sebagai kantor, rumah makan, parkir, dan sebagainya.
Aset KAI lainnya yang dapat dikerjasamakan pemanfaatannya berupa museum, bangunan bersejarah, wifi (advertising slot), kegiatan shooting/pemotretan, event/activation, serta naming rights stasiun untuk memberikan kesempatan kepada mitra yang ingin membranding stasiun yang KAI kelola dengan brand atau produknya.
“Hampir seluruh aset KAI dapat dimanfaatkan masyarakat dengan skema kerja sama.
Pada prinsipnya pemanfaatan aset dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu operasional kereta api dan tidak mengubah status kepemilikan pada aset yang dimanfaatkan,”
ujar Joni.
Inovasi terus dilakukan KAI di sektor Komersialisasi Non Angkutan. Di kawasan stasiun, KAI melakukan digitalisasi baik media informasi maupun iklan.
Tenant-tenant di stasiun juga KAI rapikan untuk meningkatkan nilai stasiun termasuk ruang untuk UMKM-UMKM.
“KAI juga telah mengoptimalkan pendapatan dari aplikasi KAI Access berupa iklan dan layanan last mile dengan Taksi Bluebird serta secara berkelanjutan tengah dilakukan pengembangan layanan first mile dengan Taksi Bluebird, top up E-money Mandiri, dan sebagainya,”
kata Joni.
Di masa pandemi Covid-19 ini, KAI melakukan upaya-upaya untuk membantu meringankan beban mitra-mitra akibat berkurangnya aktivitas stasiun dibanding sebelum pandemi sebagai strategi customer retention terhadap mitra-mitra kerjasama tersebut.
Pada masa pandemi Covid-19 pula, Komersialisasi Non Angkutan KAI menjalin kerja sama dengan penyedia layanan Rapid Test Antibodi, Rapid Test Antigen, dan pemeriksaan GeNose C19 untuk melayani pelanggan di berbagai stasiun.
Joni mengatakan pendapatan KAI di sektor Komersialisasi Non Angkutan menunjukkan tren positif.
[artikel number=3 tag=”kereta-api”]Di tahun 2019, pendapatan KAI di sektor tersebut adalah Rp719,1 miliar, naik 19% dibanding pada 2018 yaitu sebesar Rp606,3 miliar.
Di tahun 2020 menjadi Rp625,9 miliar dikarenakan adanya pandemi Covid-19.
Ke depan, KAI akan berinovasi dengan menggunakan skema kerja sama pengelolaan aset berupa profit/revenue sharing. Model bisnis tersebut menjadi alternatif selain persewaan.
KAI juga akan mengembangkan Komersialisasi Non Angkutan berbasis teknologi informasi sehingga akan mempermudah mitra dalam bekerja sama dengan KAI.
“KAI terbuka untuk kerja sama dengan mitra dalam bisnis non angkutan baik di wilayah stasiun, kereta/sarana, maupun area KAI lainnya.
Sehingga diharapkan dengan semakin banyak mitra yang bekerja sama maka akan semakin meningkatkan perekonomian bersama,”
tutup Joni.