Masyarakat Bali berharap segala hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, mampu memberikan jalan kesejahteraan dan harmonisasi untuk manusia serta alam semesta.
Harapan itu seirama dengan logo Gunungan atau Kayon G20.
Gunungan merupakan simbol kehidupan serta kelestarian alam semesata.
Sebagaimana gunungan itu pengharapan bagi manusia dunia untuk kehidupan berlanjutannya.
“Harapan yang disimbolkan dengan logo gunungan ini bagian dari upaya mendukung pencapaian sustainable development goals (SDGs),”
kata Guru besar dan dosen sastra budaya Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra, M.Litt di Denpasar, Selasa (8/11/2022).
Demikian pula slogan “Recover Together, Recover Stronger” (pulih bersama, bangkit lebih kuat), kata Darma, menjadikan optimisme masa depan cerah bagi seluruh bangsa demi pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs).
”Tentu di dalamnya ada Bali dan Indonesia,”
ujarnya.
Ia menambahkan hasil-hasil dari konferensi ini bisa mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Sejumlah hal terkait SDGs adalah isu pembangunan sosial dan ekonomi, termasuk mengenai kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, perubahan iklim, air, sanitasi, energi, lingkungan dan keadilan sosial.
Bagi masyarakat Bali, gunung dalam simbol gunungan dapat merujuk kepada arti Wana Kerthi.
Yaitu, upaya untuk menjaga kesucian dan kelestarian hutan dan pegunungan. Wana Kerthi diartikan sebagai gunung-laut atau nyegara gunung.
“Itu simbol kolaborasi yang menentukan kesuburan alam sebagai sumber kehidupan mahkluk hidup di bumi ini,”
ujar Darma.
Gunungan juga dianggap sebagai sumber inspirasi yang berorientasi pada kesejahteraan dan kebahagian alam semesta.
Menurut Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Adnyana SSn, MSn, KTT G20 memberikan harapan besar seluruh bumi beserta isinya.
Selain itu, lanjutya, sekaligus menjadi momentum sejarah yang besar demi keberlanjutan nasib dunia kedepannya.
“Gunungan atau kayon juga menunjuk wujud gunung.
Gunung merupakan sumber energi vulkanik, yang mampu menyuburkan alam dengan maha dahsyat,“
kata Adnyana.
Gunungan dalam logo Presidensi G20 Indonesia mewakili semangat dan optimisme masyarakat Indonesia, khususnya untuk pulih dari pandemi dan segera memasuki babak baru kehidupan.
Filosofi Gunungan menggambarkan simbol kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan waktu menuju babak baru.
Bentuk gunungan yang seperti segitiga adalah simbol dari purwa, madya, dan wasana, yakni siklus kehidupan dari awal sampai akhir.
Gunungan juga merupakan lambang pergantian lakon atau cerita tentang bagaimana manusia berjuang dan berusaha untuk mengubah jalan hidupnya.
Bentuk Gunungan yang mengerucut ke atas bermakna bahwa segala daya dan upaya manusia diserahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Bali menyebut gunungan dalam pewayangan adalah kayon.
Kayon ini merupakan simbolik alam semesata dengan segala isinya yang juga berkonotasi dengan gunung melambangkan kelestarian alam, budaya hingga ekomomi.
Kayon mewakili lambang alam di pewayangan.
Bagi kepercayaan Hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang gambaran proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya.
Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta sebagai unsur elemen atau zat dasar dari alam beserta isinya.
Panca Mahabuta yaitu akasa, bayu, teja, apah, dan perthiwi.
Sumber dari Warta Hindu Dharma NO. 527 Nopember 2010, laman resmi PHDI Bali yang ditulis I Made Sumarya, menjelaskan alam semesta ini disusun dari lima anasir dasar Panca Mahabhuta.
Akan tetapi yang paling dominan adalah perthiwi sehingga batu itu padat.
Air juga demikian yang paling dominan anasir dasar Panca. Matahari adalah Teja, Udara adalah Akasa, Bayu dan sebagainya.
“Kandungan Akasa yang dominan menyebabkan keberadaan sesuatu dalam bentuk ruang, menyebar.
Kandungan bayu yang dominan menyebabkankeberadaan sesuatu dalam bentuk gerak atau benda bergerak, kandungan apah yang dominan menyebabkan keberadaan sesuatu dalam bentuk benda padat,”
tulis I Made Sumarya.
Kandungan yang dominan itu bisa lebih dari satu anasir Mahabhuta dalam suatu benda atau isi alam, misalnya kandungan apah dan prethiwi yang dominan menyebabkan keberadaan dalam bentuk padat cair (kental).
Demikian keberadaan beraneka ragam isi alam ini ditentukan oleh kandungan yang berbeda-beda dari anasir Panca Mahabhuta.
Panca Mahabhuta sebagai anasir dasar penyusun alam semesta atau Buana azas Agung diciptakan oleh causa prima (Tuhan Yang Maha Esa) melalui proses penciptaan.
Penciptaan ini merupakan pertemuan antara dua azas yaitu azas kesadaran serta maya yang bertingkat dari atas ke bawah yang berperan mentukan keberadaan alam semesta beserta isinya.