Pelaksanaan Gelar Karya Masker Kain Tradisional yang dilaksanakan secara daring kemarin 16 September 2020, berjalan meriah dan banyak memberikan inspirasi bagi para pemirsa yang menikmati melalui kanal YouTube, Instagram Live, dan Facebook Live Kita Muda Kreatif.
Acara yang dimulai sekitar jam 18:30 WIB ini berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam.
Sajian utama di acara ini adalah busana dan masker kain tradisional karya para peserta kampanye Pakai Masker Kain Tradisional.
Kampanye tersebut merupakan bagian dari proyek Creative Youth at Indonesian Heritage Sites yang dijalankan oleh UNESCO Jakarta dan Citi Indonesia, dengan dukungan oleh Citi Foundation.
“Pandemi COVID-19 memberikan tantangan besar bagi kita semua di segenap sektor kehidupan.
Pada saat bersamaan, hal tersebut juga memberi kita kesempatan untuk berpikir secara berbeda dan tetap tangguh.
Segera setelah larangan pergerakan publik dan mengumpulkan massa diumumkan di Indonesia, UNESCO Jakarta segera mengubah bentuk kegiatan workshop dari pertemuan langsung di ruang kelas menjadi daring, memanfaatkan platform media sosial.
Ini memungkinkan kami terus terhubung dengan para wirausaha muda kami dengan lebih sering.
Kampanye Pakai Masker Kain Tradisional ini adalah salah satu dari hasil pelatihan-pelatihan daring kami,
kata Prof. Shahbaz Khan, Direktur dan Perwakilan UNESCO Jakarta.
“Inovasi membuat masker dari kain tradisional ini adalah sebuah terobosan baru sehingga para wirausaha muda di sektor kreatif dapat tetap menjalankan roda ekonomi keluarga mereka,”
kata Puni Ayu Tunjungsari, Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia.
Karya-karya masker kain tradisional yang ditampilkan oleh lebih dari 50 peserta kampanye Pakai Masker Kain Tradisional di acara tadi malam unik-unik dan mengandung pesan-pesan budaya yang menarik.
Seperti misalnya masker-masker kain tradisional karya wirausaha muda dari Borobudur, Jawa Tengah, yaitu Putri Mara Widyastuti asal desa Wringin Putih dari Putri Batik yang mengangkat tema pesona warna alam dengan menggunakan kain ecoprint sebagai bahan masker dengan dominasi warna abu dari daun sawo.
“Saya ingin mengajak si pemakai masker makin cinta dan bersahabat dengan lingkungan dan alam Indonesia,”
jelas Putri Mara Widyastuti.
Karya lain dari peserta asal Borobudur, Sisca Wahyanti dari desa Borobudur, yang mengambil inspirasi dari relief-relief di Candi Borobudur, antara lain motif Wayang Jataka.
“Masker ini terinspirasi cerita dari relief candi Borobudur di sisi timur lantai 3 lorong 1 pagar langkan atas bidang H, panil 10-12.”
ungkap Sisca Wahyanti.
Cerita-cerita penuh pesan kebajikan dari relief tadi diangkat dan dituangkan dalam masker dengan kombinasi warna hitam dan coklat.
Dari Klaten – Jawa Tengah, ada 3 wirausaha muda batik yang menampilkan karya-karya mereka, yaitu Sri Lestari dari kelompok Danke membuat karya masker Parang Lurik, yaitu batik parang yang disandingkan dengan lurik.
“Masker ini mengandung filosofi ‘jangan menyerah’, harapannya pengguna masker ini jadi lebih semangat bertahan dalam kondisi pandemi saat ini,”
ujarnya.
Ada pula masker dengan tampilan cerah ceria dengan tema HUT ke-75 RI hasil karya Cori dari Bayat, Klaten dari Batik Cemethik, berupa masker dari kain batik tulis motif truntum dikombinasikan dengan gambar peta kepulauan Indonesia, dengan warna dasar merah dan putih.
Dari gabungan motif klasik batik truntum yang menyimbolkan cinta yang tulus abadi dan tanpa syarat, dengan peta Kepulauan Indonesia dan warna merah putih.
“Masker ini adalah lambang dan pesan kecintaan pada bangsa dan negara Indonesia,”
Cori menjelaskan makna masker kain tradisional karyanya.
Masih dengan tema kemerdekaan, Rekna Indriyani dari Bayat, Klaten dari kelompok Danke membuat karya Masker “Gurdo” dalam bahasa Indonesia berarti Garuda.
“Garuda ini melambangkan harapan untuk kemakmuran serta keberanian, semakin terasa maknanya dengan perpaduan warna merah dan putih,”
jelas Rekna Indriyani.
Dari Jogjakarta, ada Muhammad Irsyad dari Suwastra Batik yang menampilkan masker motif Bunga Melati dan Motif Banji.
“Motif Bunga Melati adalah lambang kesucian dan kemurnian yang semoga juga dapat terpancar ke pemakai masker ini.
Sementara masker motif Banji ini melambangkan murah rejeki dan kebahagiaan berlipat ganda.
Harapan dari tersebut semoga bisa tercurah ke pengguna masker motif ini.”
demikian papar Irsyad.
Ada juga Nungki dari Kotagede Jogjakarta mengusung kebanggaannya pada Jogjakarta dan Indonesia dengan memproduksi dua motif masker batik kontemporer, yaitu motif yang diberi judul Nyayogyakarta Hadiningrat dan motif Gurda.
Selain dari Jawa Tengah dan Jogjakarta, masker-masker kain batik yang ditampilkan di gelaran karya tadi malam ada pula yang berasal dari kawasan Danau Toba dengan masker dari motif kain ulos, dari Kota Tua Jakarta dengan Batik Betawi Terogong, Bali yang menampilkan kain tenun endek, serta Bayan dan Pringgasela, Lombok, NTB, yang menampilkan masker dari kain tenun Lombok. Masker-masker tersebut dapat disaksikan di akun Instagram @kitamudakreatif.
Antusiasme para pemirsa mengikuti acara ini sangat menggembirakan, ini dapat dilihat dari besarnya angka live streaming di YouTube yang mencapai lebih dari 2.600 penonton. Respon penonton yang masuk melalui live chat ketika acara berlangsung juga banyak yang positif.
“Wah, Indonesia memang adi budaya,”
komentar Dwi Bambang di live chat YouTube ketika acara berlangsung.
“Angkat masker budaya nasional. Maju terus,”
Rama Syifa menimpali pula di live chat tersebut.
Melihat respons seperti ini, tampaknya harapan dan tujuan diluncurkannya kampanye Pakai Masker Kain Tradisional, yaitu membantu roda perekonomian para wirausaha muda kreatif sambil mendukung pencegahan penyebaran Covid-19, dengan tetap mengusung dan melestarikan budaya mereka, dapat dikatakan telah berhasil.
Siaran ulang acara Gelar Karya MASKER KAIN TRADISIONAL ini masih dapat disaksikan disini